SULAP SEBAGAI “ICE BREAKER” DALAM PROSES PEMBELAJARAN

March 4, 2013 at 1:36 am Leave a comment

Untuk mewujudkan pendidikan nasional yang berkualitas dengan tujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, pemerintah menetapkan peraturan tentang Standar Pendidikan Nasional (PP No 19 Th 2005), yang di dalamnya memuat 8 lingkup standar, salah satunya adalah standar proses. sulap

Dijelaskan dalam peraturan tersebut, yang dimaksud dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.  Lebih detail dijabarkan ketentuan bahwa, Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta  memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain ketentuan tersebut juga ditentukan, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Serta, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. (Pasal 19)

Secara tersurat dan tersirat, dari ketentuan-ketentuan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah proses pembelajaran yang baik dan terstandar adalah proses pembelajaran yang didalamnya tercipta atau diciptakan masyarakat belajar (learning community) yang sama-sama disadari dan didasari bahwa belajar adalah sebuah kebutuhan, sehingga proses pembelajarannya akan berlangsung secara PAIKEM (produktif, aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan) baik dari sisi Guru maupun peserta didik, dan lebih lanjut tujuan belajar, dalam hal ini ketuntasan kompetensi, akan tercapai secara maksimal baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Untuk mewujudkan hal tersebut, mengingat dalam sebuah proses pembelajaran melibatkan dua pihak pokok sebagai pelaku, guru dan peserta didik, maka diperlukan ”sambung rasa” di antara keduanya agar sama-sama menikmati proses yang dijalani  dan menghasilkan kebermaknaan pembelajaran (joyfull but meaningfull). Dengan kata lain, dalam sebuah kelas pembelajaran, guru dan siswa mesti mempunyai arah dan tujuan serta cara yang sama-sama disepakati, yakni mencapai ketuntasan suatu kompetensi dengan cara yang menyenangkan.

Bukan hal mudah untuk menyatukan hati dan pikiran dengan latar belakang yang berbeda-beda. Guru dengan beragam motivasi dan tujuan menjadi guru, akan memunculkan beragam karakter guru pula. Begitu juga dengan peserta didik. Dengan berbagai latar belakang keluarga, lingkungan sosial budaya masyarakat serta pengalaman belajar di masa lalu, juga melahirkan berbagai tipe pembelajar. Sehingga, terkadang jamak ditemui di lapangan sebuah proses pembelajaran yang gersang, jauh dari keceriaan dan rasa senang, tidak fokus dan tepat sasaran atau tidak ”nyambung” satu sama lain hingga terkesan sekedar memenuhi ”kewajiban”, kewajiban masuk kelas.

Tetapi, bukan hal mudah di atas, tidak selamanya bermakna tidak bisa dihadapi dan dicarikan solusinya. Dalam menghadapi suatu masalah, mencari akar atau latar belakang masalah memang merupakan hal penting, tetapi bukan dijadikan sekedar reason untuk menghindari masalah atau pembenar jalan pintas dan pasrah pada keadaan, melainkan sebagai referensi untuk mencari solusi. Gunakan jurus seribu cara dan bukan seribu alasan, sehingga rintangan bukan merupakan halangan melainkan akan menjadi sebuah tantangan.

Salah satu cara yang bisa digunakan dalam rangka ”sambung rasa” antara guru dan peserta didik dalam sebuah kelas pembelajaran adalah dengan menggunakan teknik sulap sebagai ice breaker. Sulap adalah permainan ketangkasan, baik otak maupun fisik, yang sekarang berkembang dengan ketangkasan teknologi, yang sifatnya menghibur dan membuat penasaran. Sulap dipilih dengan referensi bahwa pada dasarnya setiap manusia memiliki jiwa atau sifat kanak-kanaknya, yakni selalu ingin senang dan ceria dengan bermain. Selain itu, bagi guru, untuk bisa memainkan sulap tidak membutuhkan biaya mahal, karena hanya membutuhkan keseriusan belajar dan ketelatenan serta kesabaran untuk terus mengulang-ulang hingga benar-benar bisa. Banyak media yang bisa dijadikan sumber belajar, mulai dengan buku, menyaksikan program pembongkaran rahasia sulap di televisi hingga belajar melalui internet baik secara online maupun offline. Untuk alternatif sumber belajar terakhir, berdasarkan pengalaman penulis, ”mbah” Google kiranya sangat bisa membantu dengan stok gudang informasinya.

Dengan seorang guru memainkan sulap, atau meminta seorang peserta didik untuk unjuk kebolehan bermain sulap di hadapan teman-temannya, akan menjadikan kebekuan suatu proses pembelajaran meleleh bahkan mencair dan seluruh warga kelas menjadi senang dan berminat untuk menyaksikan sehingga otak atau pikirannyanya akan fokus di kelas tersebut dan lebih lanjut akan lebih siap untuk menerima pelajaran. Terlebih, trik sulap tersebut juga bisa dijadikan poin perangsang bagi peserta didik untuk berkompetisi dalam mencapai ketuntasan belajar. Barang siapa peserta didik yang mampu mencapai ketuntasan belajar dengan hasil maksimal akan mendapatkan ilmu tambahan berupa rahasia trik sulap yang telah dimainkan dengan perjanjian tidak boleh dibocorkan melalui pemberian pengertian, ”Sulap hanya menarik ketika hal tersebut menjadikan penontonnya penasaran. Jadi ketika rahasia sulap kamu bocorkan, maka sulapmu tidak akan menarik lagi. Maka ingatlah, ketika seorang penonton menyuruh mengulang sulap yang sama, sebenarnya ia hanya ingin mengetahui rahasia sulap tersebut.”

Melalui cara tersebut, meskipun kadang hal itu hanya berlangsung dalam hitungan detik, akan menjadi momen menyenangkan yang membekas kuat. Dan dengan diulang-ulangnya hal itu, maka rasa senang yang dirasakan akan mengakumulasi menjadi rasa senang belajar, tentunya dengan kontrol-kontrol pengarahan. Sekaligus, hal itu akan menjadikan ikatan emosional hubungan formal guru dan peserta didik menjadi lebih baik sebagai modal kuat seorang guru mendapatkan kepercayaan, kewibawaan dan penghargaan dalam menyampaikan dan mengamalkan ilmunya sehingga akan membawa efek positif apa yang disampaikan akan lebih mendapat tempat dalam sejarah belajar peserta didiknya. Apalah arti kerja keras dan cerdas seorang guru jika tanpa diimbangi rasa menerima dengan ikhlas dari para peserta didiknya? Hanya akan menjadi sebuah kebohongan realita. Tampak peserta didik yang diam dan menurut, tetapi dalam hati dan pikiran penuh dengan berontak.

Entry filed under: Education, Extra, Pasca Sarjana.

MENDIDIK DENGAN CINTA MARBOT

Leave a comment

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


About Me

Who dares to teach must never cease to learn.

Seorang guru yang ingin terus belajar dan berbagi. Sukses sendiri itu hebat tapi sukses bersama lebih hebat. Kolaboarasi menyiapkan generasi terbaik masa depan.

The Calender

March 2013
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031

Go Green

Ayo Membaca

Categories